BIMBINGEN KHOTBAH MINGGU 25 OKTOBER 2015
Minggu Reformasi Gereja
(Naras Pdt. L. Sinuhadji - Bp. Rey Tarigan)
Invocatio :
“Raja Josia ngeradasken kerina gana-gana si
mbau si lit i bas daerah sikerajangen kalak Israel, e maka kidekah geluhna
isuruhna kalak Israel nembah man TUHAN, Dibata nini-ninina.” (2 Kronika 34:33)
Ogen :
Markus 7:1-13 (Tunggal)
Khotbah :
2 Kronika 34:29-33 (Tunggal)
Tema :
DIBATA TETAP MPLIMBARUI GEREJA-NA
Penjelasan Bahan
Alkitab
Kitab 2 Kronika 34 (Invocatio & bahan
khotbah - bdk. 2 Raj. 22:1-2, 23:4-20) menceritakan tentang pembaruan yang
dilakukan oleh raja Yosia (raja ke-15 dalam silsilah raja-raja Yehuda dalam
kerajaan Yehuda, terletak di bagian selatan Israel, ibu kotanya Yerusalem). Yosia
adalah pembaru kerajaan Yehuda dan merupakan salah satu raja Yehuda yang
terbaik walaupun ia adalah anak raja Amon yang tidak taat kepada Tuhan. Karena
kesungguhan Yosia dalam melakukan pembaruan maka kitab 2 Raj. 23:25
menyebutkan, tidak ada raja sebelum dan sesudah Yosia yang berbalik (bertobat) kepada
Tuhan dengan segenap hatinya, jiwanya, dan kekuatannya. Berikut ini adalah point-point
penting dalam pembaruan yang dilakukan Yosia:
- Dimulai dari diri Yosia sendiri yang mencari Allah yang disembah Daud (34:3).
- Yosia mentahirkan Yerusalem dan kerajaan Yehuda dengan cara memusnahkan berbagai bentuk penyembahan berhala (34:3-7).
- Segera setelah ditemukannya kembali kitab Taurat dan diperdengarkan kepada Yosia, maka ia mengoyakkan pakainnya sebagai tanda penyesalan (34:19). Kitab yang diperdengarkan kepada Yosia kemungkinan adalah bagian dari Ulangan 28-30, khususnya Ul. 29:25-28. Yosia meminta petunjuk Tuhan melalui nabiah Hulda (34:22-28).
- Setelah lebih dari 50 tahun sejak pemerintahan raja Hizkia, pada masa pemerintahan Yosia inilah kitab Taurat (Firman Tuhan) mulai kembali dijadikan sebagai pedoman kehidupan dalam kerajaan Yehuda (34:30).
- Yosia bersama-sama dengan seluruh rakyat kerajaan Yehuda bertobat dan memperbarui perjanjian di hadapan Allah untuk hidup setia kepadaNya (34:31). Bahkan Yosia menyuruh seluruh bangsa Israel untuk setia dan taat kepada Tuhan (34:32-33).
Bahan ogen (Markus 7:1-13) menceritakan tentang
perdebatan antara Tuhan Yesus dengan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat.
Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menganggap murid-murid Tuhan Yesus
melakukan pelanggaran adat istiadat nenek moyang tentang kenajisan, yaitu makan
tanpa membasuh tangannya. Istilah “adat istiadat nenek moyang” menunjukkan
bahwa yang menjadi acuan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi bukanlah hukum
Taurat yang tertulis melainkan paradosis,
yaitu tradisi (aturan-aturan) lisan yang ditambahkan oleh mereka sendiri. Dalam
kitab Taurat khususnya Im. 11-16, yang mengatur tentang mentahirkan kenajisan, tidak
terdapat aturan khusus tentang membasuh atau mencuci tangan sebelum makan. Yang
ada hanyalah soal pembasuhan tubuh, tangan, perkakas, bila ada kemungkinan
telah bersentuhan dengan sesuatu yang najis. Ay. 9-13 merupakan contoh lain
tentang aturan-aturan tambahan yang menghilangkan perintah Allah. Dengan demikian justru orang-orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat yang telah melanggar hukum Taurat (bdk. Ul. 4:2) dengan
mengabaikan perintah Allah demi adat istiadat nenek moyang yang tidak mengacu
pada perintah Allah. Namun amat disayangkan sebagaimana kita temukan dalam
seluruh berita Injil, orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat tidak mau memahami
dengan benar apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, bahkan mereka semakin
membenci Tuhan Yesus.
Perenungan
Pada Tgl. 31 Oktober 2015 kita (gereja-gereja
protestan atau gereja-gereja reformasi) memperingati awal mula gerakan
reformasi gereja yang terjadi 498 tahun yang lalu (tahun 1517) di mana Martin
Luther memakukan 95 dalil di pintu gereja Wittenberg Jerman. Apa sebenarnya
yang menjadi esensi gerakan reformasi gereja pada abad 16 tersebut? Martin
Luther yang merupakan imam biasa (setingkat pendeta jemaat biasa pada masa kini),
tidak bermaksud untuk mendirikan gereja baru dengan ajaran-ajaran baru, melainkan
hanya ingin mengembalikan Alkitab pada tempat yang semestinya dalam diri gereja
pada waktu itu. Pada masa itu, Alkitab tidak lagi dijadikan sebagai pedoman,
sehingga terdapat ajaran-ajaran tambahan yang menyimpang dari kebenaran Firman
Tuhan. Salah satu contoh penyimpangan misalnya, gereja menjual surat penghapus
dosa sehingga melahirkan pengajaran bahwa orang yang sudah meninggal pun dapat
ditebus dosanya dengan uang atau harta benda (bdk. Rom. 3:28; Ef. 2:8; dll.). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa esensi reformasi gereja pada abad 16 adalah ditemukannya
dan dikembalikannya Alkitab sebagai pedoman utama dalam diri gereja, dari situ lahirlah
semboyan sola scriptura. Dari pemahaman
yang benar tentang Alkitab maka ajaran-ajaran yang benar tentang iman dan anugerah
keselamatan kembali diajarkan di tengah-tengah gereja (sola fide dan sola gratia)
dengan keutamaan Kristus sebagai satu-satunya juruselamat (solus Christus). Apa yang dilakukan oleh para reformator gereja
(Luther dan Calvin) bukanlah merupakan proses yang mudah. Mereka adalah
pembelajar-pembelajar Alkitab yang tekun, sehingga memperoleh pemahaman yang
jelas dan benar tentang kehendak Allah. Hal ini tentunya patut kita teladani
karena dalam ogen Tuhan Yesus pun mengajarkan kepada kita untuk berpegang pada
perintah Allah, dibandingkan dengan aturan-aturan tambahan yang dibuat oleh manusia, apalagi aturan-aturan tambahan yang tidak sesuai dengan perintah Allah.
Pembaruan gereja masih berlangsung sampai dengan saat ini. Tema: “Dibata tetap mplimbarui gereja-Na,” sejalan dengan semboyan reformasi lainnya yaitu: ecclesia reformata, ecclesia semper reformanda, artinya: "Gereja yang telah direformasi adalah Gereja yang (harus) terus-menerus diperbarui.” Siapakah gereja? Gereja adalah kita. Pembaruan gereja sama artinya dengan pembaruan diri sendiri. Raja Yosia memberikan teladan kepada kita bahwa pembaruan itu harus dimulai dari diri kita sendiri yang mencari kehendak Allah dan menjadikan kehendak Allah sebagai pedoman kehidupan. Orang yang mencari kehendak Allah adalah orang yang hidup dalam pertobatan, yaitu orang-orang yang memiliki kesadaran dan keterbukaan untuk terus-menerus dikoreksi, ditegur, dan selalu ada kerelaan untuk diperbarui hidupnya oleh Firman Tuhan. Selamat memperingati hari Reformasi Gereja. Verbum Dei manet in aeternum (Firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya - 1 Pet. 1:25).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar