BIMBINGAN
PJJ TGL. 12 - 18 APRIL 2015
(Naras
Pdt., Bp. Rey Tarigan)
Ogen :
1 Samuel 2:22-26
Tema :
ULA JADI CAKAP
Tujun :
Gelah ngawan ni perpulungen:
1. Meteh kinigutulen anak-anak Imam Eli
2. Pentingna pendidiken “Moralitas” ras “Spiritualitas” man anak
Penjelasan Bahan Alkitab
1 Samuel 1:22-26 menceritakan tentang perilaku
anak-anak Imam Eli yaitu Hofni dan Pinehas. Hofni, anak pertama, artinya “kuat”.
Pinehas anak kedua, artinya “orang bijaksana”. Namun amat disayangkan, perilaku
anak-anak Imam Eli tidak sebaik arti nama-namanya. Mereka terkenal sebagai
orang-orang yang rakus dan jahat (ay. 12-16), memandang rendah korban untuk
Tuhan (ay. 17), dan hidup secara amoral (ay. 22). “Terkenal” artinya, mereka
tidak segan-segan melakukan kejahatan di hadapan banyak orang. Berbanding
terbalik dengan Samuel, “ia semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan
Tuhan maupun di hadapan manusia” (ay. 26). Tentu menjadi pertanyaan, bagaimana
cara Imam Eli mendidikan anak-anaknya? Bagaimana mungkin Imam Eli bisa mendidik
Samuel dengan baik sementara itu ia gagal mendidik anak-anaknya sendiri? Tidak
diceritakan bagaimana Imam Eli mendidik anak-anaknya, hanya terdapat keterangan
bagaimana Imam Eli menegur anak-anaknya (ay. 22-25). Dari cara menegur Imam Eli
kepada anak-anaknya, kita dapat memperkirakan bagaimana ia mendidik
anak-anaknya. Mungkin ada yang mengatakan Imam Eli tidak tegas, terlalu
memanjakan anak-anak, dsb. Tetapi yang pasti adalah, Imam Eli dan anak-anaknya
menerima ganjaran dari apa yang telah diperbuatnya (1 Sam. 14:17,18).
Perenungan
Tema: ULA JADI CAKAP. Mungkin maksudnya jangan menjadi
contoh buruk untuk orang lain, khususnya dalam hal mendidikan anak-anak kita.
Tujuan: 1) supaya jemaat mengetahui kejahatan anak-anak Imam Eli, sudah jelas;
2) supaya jemaat mengetahui pentingnya pendidikan anak, khususnya pendidikan moral
dan spiritual.
Moral berasal dari kata Latin “mores” terjemahan dari
kata Yunani “ethos” atau etika dalam bahasa Indonesia, artinya: kebiasaan,
kesusilaan, adat istiadat, cara seseorang mengungkapkan diri lewat sikap dan
perilakunya. Pendidikan moral yang dimaksudkan di sini terutama adalah pendidikan
moral Kristiani, yaitu nilai-nilai hidup Kristen yang menjadi acuan dasar sikap
dan perilaku (misalnya: Kel. 20:1-17; Mat. 7:12, 22:37-39; Gal. 5:22-23; dsb.).
Spiritualitas berasal dari kata Latin “spiritus” terjemahan dari kata Yunani “pneuma”
atau Roh dalam bahasa Indonesia. Pendidikan spiritual yang dimaksudkan terutama
adalah pendidikan rohani, pendidikan iman Kristiani. Pendidikan iman Kristen yang
dimaksudkan adalah pendidikan iman Kristen yang integral (utuh) mencakup
kognitif, afektif dan psikomotoris.
Dunia Pendidikan saat ini mengacu pada 3 segi
kecerdasan: intelektual, emosional, dan spiritual. 3 segi kecerdasan tersebut tidak
mungkin dicapai hanya oleh lembaga pendidikan formal saja (TK s/d. Pendidikan
di Perguruan Tinggi). Oleh karena itu kita tidak bisa membebankan pendidikan
moral dan spiritual anak-anak kita hanya kepada sekolah atau gereja saja,
melainkan harus melalui kerjasama dengan pendidikan di rumah. Bahkan dapat
dikatakan bahwa pendidikan di rumah lebih menentukan masa depan seorang anak
dibandingkan pendidikan formal di sekolah-sekolah atau gereja.
Kisah Imam Eli dan anak-anaknya merupakan pembelajaran
yang baik bagi kita, kira-kira hasil seperti apakah yang akan kita peroleh di
masa depan dengan pendidikan yang kita lakukan selama ini kepada anak-anak kita
di rumah? Tentu saja tidak ada di antara kita yang mau bernasib sama seperti Imam
Eli dan anak-anaknya. Marilah kita evaluasi kembali pendidikan untuk anak-anak
kita di rumah. Jadikanlah rumah sebagai tempat anak-anak kita belajar semua hal
yang baik dan benar dari kita orang tuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar